Tugu Becak yang baru dibangun didesak dibongkar karena tak layak menjadi ikon daerah.(foto/ist) |
Hal ini ditegaskan sejumlah lembaga masyarakat, yakni DPP Komite Nasional Pemuda Simalungun (KNPSI), Ikatann Keluarga Islam Simalungun (IKEIS), Majelis Kebudayaan Simalungun (MKS), Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Gemapsi) dan Bina Daya Sejahtera Simalungun (Bidadesi) melalui surat yang ditujukan kepada Walikota dan Ketua DPRD Pematangsiantar tertanggal 20 Juni 2022.
Dalam surat yang ditandatangani Jan Wiserdo Saragih (KNPSI),Drs.Lisman Saragih,MH (IKEIS),Ir. Jan Dearmando Saragih,MH (MKSI), Anthony Damanik (Gemapsi) dan Andry Christian Saragih (Bidadesi) disebutkan, alasan pembongkaran tugu becak karena penempatan benda yang bukan peninggalan sejarah atau produksi masyarakat Indonesia khususnya Pematangsiantar-Simalungun adalah kesalahan besar dan penghinaan terhadap masyarakat, apalagi yang diganti adalah tugu rumah adat Simalungun.
"Sejak kapan becak itu menjadi peninggalan sejarah asli masyarakat di Pematangsiantar-Simalungun. Itu benda yang dibawa penjajah apa alasannya menjadi ikon daerah," tegas Jan, Rabu (22/6/2022).
Ditegaskan Jan, jangan seenaknya mengganti tugu rumah adat Simalungun yang jela-jelas merupakan peninggalan sejarah, yang seharusnya menjadi ikon daerah bukan becak. "Kami minta Walikota untuk segera membongkarnya dan mengganti dengan tugu rumah adat Simalungun seperti semula," pungkas Jan.
Sambung Jan, tugu rumah adat Simalungun yang sebelumnya adalah ikon kota Pematangsiantar yang sesungguhnya bahkan sudah menjadi logo daerah, karena pada logo daerah tidak ada gambar becak, sebab bukan peninggalan sejarah daerah, sehingga tidak layak dijadikan ikon apalagi membangun tugunya di depan kantor Wali Kota.
Jan juga mengatakan becak BSA sama sekali tidak melambagkan kota Pematangsiantar dan tidak ada hubungannya dengan identitas lokal khususnya yang terkait dengan Simalungun.
Hal senada disampaikan Ketua Bidadesi, Andry Christian Saragih yang mengatakan motto kota Pematangsiantar adalah "Sapangambei Manoktok Hitei" yang berasal dari bahasa daerah Simalungun. Bahkan pakaian adat yang diserahkan kepada tamu atau pejabat yang baru bertugas atau datang berkunjung adalah pakaian adat Simalungun.
Begitu juga kantor-kantor pemerintah dan swasta juga berornamen Simalungun, sehingga penggantian tugu rumah adat yang menampilkan arsitektur dan ornamen Simalungun merupakan pelecehan dan penghinaan bagi masyarakat Simalungun karena diganti dengan becak dari luar negeri. (davis)