Belajar Jadi Gubernur

Sebarkan:
Choking Susilo Sakeh
SEJAK awal dilantik hingga empat tahun lebih, Gubsu Edy Rahmayadi mencoba tampil sebagai sosok yang tegas, keras dan tidak mau kompromi terhadap segala bentuk kesalahan, baik dilakukan oleh rakyat maupun bawahannya. Sebagai gubernur, Edy Rahmayadi merasa paling tau dan paling bisa mengatasi semua masalah. Terkesan, Edy beranggapan bahwa gubernur adalah segala-galanya di provinsinya. Hasilnya?

Pada priode enam bulan terakhir masa jabatannya, Gubsu Edy Rahmayadi mencoba tampil sebagai pemimpin yang dikesankan sangat peduli rakyat kecil. Diantaranya dengan rajin membagi-bagi asuransi kesehatan untuk pekerja lepas, nelayan dan sebagainya. Hasilnya?

Pada sebulan terakhir masa jabatannya, Gubsu Edy Rahmayadi berupaya tampil sebagai pemimpin yang ternyata juga tidak kaku, tapi  bisa membuat lelucon. Dan hajabnya, ternyata leluconnya konyol dan di tempat yang tak tepat. Hasilnya?

Seminggu menjelang akhir masa jabatannya, bapak gubernur ini mencoba mengesankan sebagai pemimpin yang rendah hati dan mengakui peran serta tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai elemen di dalam pembangunan. Edy Rahmayadi pun mencoba mengesankan, bahwa dirinya merupakan pemimpin untuk semua elemen masyarakat. Hasilnya?

Dalam percakapanku di sebuah grup whatsap dengan seorang teman yang memuji Gubsu Edy Rahmayadi, aku minta temanku itu menyebutkan satu saja prestasi Edy Rahmayadi selama lima tahun menjabat sebagai Gubernur Sumut. Dia kewalahan menyebutnya, dan akhirnya mengatakan : “Setidaknya Edy Rahmayadi berhasil menyelesaikan masa jabatannya selama lima tahun. Tidak seperti tiga gubernur sebelumnya, yang bergantian memimpin Sumut selama 10 tahun.” Wow…

Prestasi tentulah berbeda dengan kewajiban. Proyek 2,7 T  --  kalau berhasil dilaksanakan sesuai rencana  --  itu bukan prestasi, tapi kewajiban. WTP 10 tahun berturut-turut, itu bukan prestasi tapi kewajiban. Membangun dan memperbaiki beberapa sekolah lanjutan atas, itu kewajiban dan bukan prestasi. Dan untuk semua kewajiban-kewajiban tersebut, maka rakyat Sumut memberi gaji, tunjangan dan lain sebagainya kepada Gubsu.

Begitulah catatan ringkas pengamatanku selama lima tahun Edy Rahmayadi menjadi Gubernur Sumut, priode 5 Sepember 2018 s/d 5 September 2023. Kesimpulannya : Edy Rahmayadi terkesan menganggap gubernur adalah satu-satunya penentu arah Sumatera Utara. Tak perlu masukan dari semua fraksi DPRD Sumut, tak perlu diskusi dengan Wakil Gubernur Sumut, dan tak perlu mendengar aspirasi maupun saran dari berbagai elemen masyarakat Sumatera Utara. 

Hasilnya? Jangan-jangan, tak ada sepeserpun dana dari  Pusat yang berhasil dibawa Edy Rahmayadi untuk menunjang program pembangunan Sumatera Utara!

Belajar Lima Tahun

Sesungguhnya adalah wajar-wajar saja, andai ada seseorang yang baru terpilih sebagai gubernur, di masa-masa awal kepemimpinannya berupaya belajar menjadi gubernur. Terutama bagi sosok yang memang selama ini tidak berasal dari dunia birokrat. 

Bagi seorang gubernur terpilih yang rendah hati, mungkin hanya membutuhkan waktu singkat untuk belajar menjadi gubernur ideal yang dikagumi rakyatnya maupun koleganya. Namun bagi seorang gubernur terpilih yang tinggi hati, tak tertutup kemungkinan, waktu lima tahun masa jabatannya tak cukup untuk mengajarinya menjadi gubernur ideal yang dicintai rakyat dan koleganya.

Selama lima tahun menjadi Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi dikenal adalah tipikal gubernur yang tinggi hati, merasa “paling hebat”, cakapnya banyak dan tinggi selangit, serta seringkali mengundang kegaduhan. Celakanya, nyaris tak ada satupun prestasi monumental yang berhasil ditinggalkannya untuk masyarakat Sumut.

Tentu saja rakyat Sumut berhak merasa kecewa, karena waktu lima tahun habis percuma hanya untuk menyaksikan seorang gubernur yang terus belajar menjadi gubernur;  seorang gubernur yang diberi amanah, namun tak mampu menghasilkan prestasi apapun yang bisa membanggakan Sumut.

Tapi, sudahlah, setidak-tidaknya, Edy Rahmayadi telah mengajarkan kepada kita, agar pada Pilgubsu Oktober 2024 mendatang, kita tidak lagi terpesona pada casing, penampilan dan cakap-cakap seseorang calon Gubsu. Cukuplah lima tahun ini --  5 Sept. 2018 s/d 5 Sept. 2023  --  kita salah memilih Gubsu. Dan pada priode 2024-2029 nanti, kita tak lagi mengulangi kesalahan tersebut.

Mangkanya…(*)

---------------------------------------------------------------

*Penulis adalah Jurnalis, warga Sumatera Utara.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com