Nikson Nababan Siap Membangun Sumut dan Memajukan Pendidikan. (foto/ist) |
Kedatangan Nikson Nababan ke Kantor SMSI di Jakarta untuk bersilaturahmi dengan perusahaan media menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 di Sumatera Utara.
Kepada Ketua SMSI Pusat Firdaus yang didampingi Sekretaris Jenderal M Nasir, Ketua SMSI Provinsi Sumatera Utara Erris J Napitupulu, serta pengurus lainnya, Nikson memaparkan, sebagai bakal calon Gubernur Sumatera Utara punya jurus jitu untuk membangun Sumatera Utara (Sumut).
Dengan pengalaman 10 tahun menjadi Bupati Tapanuli Utara, Nikson yakin Sumut mampu menjadi provinsi yang maju jika pembangunan dimulai dari desa.
Nikson menilai, desa yang kuat akan mampu menopang perekonomian sebuah daerah. Untuk itu, di awal memimpin Tapanuli Utara pada 2014, Nikson memberikan anggaran Rp 60 juta per desa. Anggaran ini untuk membangun desa secara fisik.
“Kenapa saya harus memerdekakan desa? Karena menurut saya, ilmu yang saya dapat adalah desa pusatnya raw material, di situ semua sumber daya. Maka desa harus merdeka, menjadi pusat ekonomi,” ujar Nikson
Tak hanya menyediakan dana, Nikson menilai, membangun desa membutuhkan infrastruktur yang memadai.
Untuk itu, dia fokus membangun jalan serta membuka akses 58 desa yang terisolasi. Namun, ini bukan perkara mudah karena terbentur anggaran yang terbatas.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Tapanuli Utara saat itu hanya sebesar Rp 800 miliar. Sementara, anggaran harus dibagi, di antaranya untuk membangun jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, serta pengeluaran rutin pemerintah.
Nikson menghitung, total 1.000 kilometer untuk membuka 58 desa terisolasi. Sementara, jika menggunakan pihak ketiga untuk membangun jalan, biayanya berkisar Rp 200 juta untuk satu kilometer atau total Rp 2 triliun.
Tentu saja APBD Tapanuli Utara tak cukup. Nikson akhirnya memutar otak. Nikson kemudian membeli sejumlah alat berat dengan biaya Rp 17 miliar. Pengerjaan jalan dilakukan sendiri oleh pemda.
Setelah 1.000 kilometer jalan dituntaskan, Nikson menghitung bahwa penghematan biaya mencapai Rp 1,95 triliun dari Rp 2 triliun biaya yang diperlukan.
“Kemudian tahun lalu kita sudah 1.000 km yang kita tuntaskan. Kita hitung biaya pemeliharaan ini itu habis sampai tahun 2023 sebesar Rp 50 miliar. Tapi sudah menghasilkan 1.000 km di angka (biaya) Rp 2 triliun. Jadi saya efisiensi anggaran itu Rp 1,95 triliun,” ujar Nikson.
Kini, tak ada lagi desa terisolasi di Tapanuli Utara. Semuanya sudah terhubung dan mampu menjalankan roda perekonomian. Ditambah, semua desa di Tapanuli Utara kini sudah teraliri listrik. “Desa harus interkoneksi, dia enggak boleh satu jalur, dia harus terkoneksi juga ke desa yang lain biar lancar ekonomi,” ujar Nikson.
“Tak ada lagi desa di Tapanuli Utara yang tak merdeka. Tak ada lagi desa di Tapanuli Utara yang tak teraliri listrik,” kata Nikson menambahkan.
Memanfaatkan Lahan Tidur Nikson juga punya cara lain membangun desa, yaitu dengan memanfaatkan lahan tidur. Dia membuat program mekanisasi pertanian agar produktivitas pertanian semakin meningkat. Program ini juga muncul dilatarbelakangi usia produktif di Tapanuli Utara yang menurun.
Dengan program ini, Nikson menggencarkan pengolahan lahan tidur gratis. Dia membeli tujuh traktor berbiaya Rp 12 miliar yang diambil dari APBD. Adapun operator, biaya solar, dan pemeliharannya ditanggung APBD.
Pemkab Tapanuli Utara mengolah lahan tidur milik warga secara gratis. Dengan catatan, luas lahan di bawah 2 hektare. Dengan cara ini, ada 6.000 hektare lahan tidur yang kembali produktif. Jika dihitung, seandainya pengolahan lahan tidur berbayar, maka dibutuhkan anggaran mencapai Rp 600 miliar dengan asumsi Rp 3 juta per hektare jika menggunakan pihak ketiga.
Sementara, dengan strategi yang Nikson lakukan, biaya yang diperlukan hanya Rp 24 miliar. “Saya sudah efisiensi anggaran ratusan miliar,” ujar Nikson.
Sementara, masyarakat yang mempunyai lahan tidur dengan luas di atas 2 hektare, juga dapat memanfaatkan program ini dengan harga sewa yang jauh lebih murah dibanding menggunakan pihak swasta.
Sejumlah program Nikson selama 10 tahun akhirnya membuahkan hasil. Salah satunya terlihat dari tren angka kemiskinan yang menurun.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2015, kemiskinan di Tapanuli Utara mencapai 33.700 jiwa, pada 2016 turun menjadi 33.200 jiwa, sementara pada 2017 kembali naik menjadi 33.750 jiwa.
Kemudian pada 2018 turun signifikan menjadi 29.200 jiwa, pada 2019 kembali turun menjadi 28.570 jiwa, dan terus menurun pada 2020 menjadi 28.410 jiwa.
Sementara, pada 2021, angka kemiskinan naik menjadi 29.720 jiwa, pada 2022 turun lagi menjadi 27.470, dan pada 2023 kembali turun menjadi 26.390 jiwa.
Rasionalisasi dan Efisiensi Anggaran
Kesuksesan membangun Tapanuli Utara tentu saja tak segampang membalikan telapak tangan. Tantangan terberat adalah mampu mengoptimalkan anggaran yang ada. Itu kenapa selama 10 tahun menjabat bupati, Nikson berani melakukan rasionalisasi, efisiensi, dan refocusing anggaran.
Nikson memangkas biaya-biaya yang tidak perlu, termasuk anggaran untuk organisasi perangkat daerah (OPD). Biaya-biaya tersebut kemudian dialokasikan, di antaranya untuk membangun infrastruktur, dana desa, pendidikan dan berobat gratis, membuat pelatihan tenaga kerja, serta mekanisasi pertanian.
Namun, kebijakan ini ternyata sempat membuat sejumlah OPD kesal. Nikson yang mendengar hal itu kemudian mengumpulkan seluruh OPD. Dia menjelaskan bahwa kebijakan itu diambil untuk melayani masyarakat. “Nah, saya mulai (memberi contoh), akhirnya mereka mau. Wakil bupati, sekda, akhirnya mau rasionalisasi anggaran,” ujar Nikson.
Nikson kemudian beberapa kali mengajak kepala OPD untuk mendatangi desa-desa di Tapanuli Utara. Barulah, mereka merasakan dampak dari refocusing anggaran. Salah satunya untuk pembangunan jalan.
“Maka di tahun 1-2, selalu, tiap kepala dinas saya bawa nginap di desa. Biar melihat langsung jalan dan jembatan tadi. Menginap di rumah warga. Begitu di periode kedua, kondisi jalan kita mantap sudah 80 persen. Saya bawa lagi kepala dinas. Tahun 2020-2022, akhirnya mereka bilang sudah bagus jalannya, sudah lancar,” kata Nikson.
“Memang terkadang persoalan kita enggak enak, enggak enak. Kalau enggak begitu, enggak cukup anggaran kita, enggak sanggup. Kalau raja tega, ya raja tega di mana? Orang saya enggak ambil uangnya,” kata Nikson menambahkan.
Membangun Bandara Silangit
Nikson, kepada pengurus SMSI Pusat secara gamblang mengungkapkan untuk membangun Bandara Silangit butuh perjuangan yang besar bagi Bupati Tapanuli Utara kala itu.
Keberanian dan komitmen pun dia berikan agar Tapanuli Utara menjadi wilayah yang perekonomiannya maju dan sejahtera.
Salah satu bentuk komitmen Bupati yang telah menjabat dua periode ini (2014 - 2019 dan 2019 – 2024) yakni membenahi infrastruktur transportasi udara. Tapanuli Utara memiliki Bandar Udara (bandara) Silangit yang telah dibangun sejak masa penjajahan Jepang.
Sejak tahun 1995 bandara ini telah dibangun kembali dengan menambah landasan pacu sepanjang 900 meter menjadi 1.400 meter. Di tahun 2005, bandara ini pun beroperasi yang diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pembangunan bandara tetap dilakukan dengan gencar hingga memiliki landasan pacu sepanjang 2.400 meter di tahun 2011.
Kendala tiba ketika di tahun 2015, Angkasa Pura (AP) II berniat mundur untuk mengelola Bandara Silangit. AP II mengaku merugi dan mewacanakan mengembalikan pengelolaan bandara ke Kementerian Perhubungan.
“Kalau AP II mundur dan diserahkan kepada Kementerian Perhubungan maka bandara ini akan menjadi bandara perintis bukan komersil. Jadi tidak berpikir bisnis dan tidak berpikir penumpang,” kata mantan Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan.
Nikson, yang saat itu sudah menjabat sebagai Bupati Tapanuli Utara pun menolak rencana AP II. Dengan jarak ke bandara di Medan sekitar 8 jam dari wilayahnya, sangat disayangkan jika Bandara Silangit harus mundur menjadi bandara perintis. Impian menjadikan Bandara Silangit menjadi pintu gerbang wisatawan domestik dan mancanegara ke Tapanuli serta memenuhi kebutuhan masyarakat dan perantau akan moda transportasi pun menjadi sulit.
Budi Karya Sumadi yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama AP II pun bernegosiasi dengan Nikson yang sempat berencana demo.
Melalui komunikasi intens antara Pemkab Taput, Kemenhub, AP II, dan sejumlah politisi Senayan disepakati AP II akan kembali mengembangkan Bandara Silangit, salah satunya dengan memperpanjang dan melebarkan landasan pacu menjadi 3.800 meter dan perbaikan terminal bandara. Perpanjangan landasan itu diperlukan agar pesawat berbadan lebar dapat mendarat di bandara ini.
Tak lama, Presiden Joko Widodo datang ke Taput bersama rombongan menteri. Presiden, meminta Nikson memberikan kajian terkait Bandara Silangit. “Presiden mengatakan, ingin membuat Bandara Silangit menjadi bandara internasional,” ucap dia.
Menyambut baik rencana presiden, nyatanya terdapat persoalan lain yang harus dihadapi. Nikson harus memangkas tebing jika ingin pesawat komersil mendarat dengan selamat di bandara itu.
Garuda Indonesia Airways bersedia membuka rute penerbangan Jakarta-Silangit, dengan syarat perataan tebing di ujung landasan yang harus segera dilakukan Pemkab Taput
Tak pikir panjang, Nikson pun menyanggupi persyaratan itu. Sejumlah alat berat diturunkan, bahkan Nikson juga meminjam ke pemerintah kabupaten sekitar.
“Rupanya perataan tebing itu tidak mudah, proses berjalan lambat,” ucap dia yang ditargetkan selesai meratakan tebing selama 14 hari.
Akhirnya, mereka meminta bantuan para pengusaha alat berat. “Siang malam mereka bekerja, sudah seperti pasar malam.”
Usai tuntas meratakan tebing tepat waktu, Garuda mengajukan syarat kembali. Pemkab Taput diminta menjamin ketersediaan kursi dengan lock seat. “Alasannya mereka hanya sanggup membawa 75 persen penumpang, sebesar 25 persen harus kita bayar.”
Jika dihitung, kata Nikson, Pemkab Taput harus membayar 300-700 juta per bulan. “Dari mana uangnya, APBD tidak mencukupi,” kata Nikson.
Ia kemudian menghubungi bupati-bupati sekitar wilayahnya yang bakal mendapatkan imbas positif dari bandara ini. Diharapkan mereka mau bergotong royong membayar lock seat ini. “Ketika ditelepon mereka bilang mau membantu.”
Nyatanya, lanjut Nikson, sesaat ketika hendak melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Garuda, pemkab sekitar tidak berani mengambil resiko dan tidak jadi membantu. Mereka khawatir tidak mendapat persetujuan DPRD dan menguras keuangan daerah. “Hampir gagal lagi, akhirnya saya memutuskan untuk menandatangani sendiri nota kesepahaman itu.”
Nikson mengaku tidak berpikir panjang lagi. Terpenting baginya, maskapai-maskapai dapat mendarat dengan baik dan selamat di Bandara Silangit. Dia pun mengajukan permohonan izin prinsip ke DPRD Taput untuk mendahulukan anggaran sebelum ditampung pada anggaran daerah.
“Sebagai seorang pemimpin, kita memang harus memiliki keberanian dalam memutuskan,” ujar dia menyikapi aksinya saat itu. Pada 22 Maret 2016, pesawat Garuda pun mendarat di Bandara Silangit.
Maskapai rute Jakarta-Silangit itu pun kerap ramai diisi penumpang. Progress penumpang dari dan ke Bandara Silangit mencapai rata-rata 100 persen setiap tahunnya.
Pada 2017, Bandara Silangit diresmikan sebagai bandara internasional untuk mendukung program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Pemkab Taput pun berhasil menerima pendapatan dari Bandara Silangit, di antaranya dari kontribusi tetap pemakaian tanah serta penerimaan dari sektor pajak parkiran dan sektor kebersihan.
Pada April 2024, masa jabatan Nikson Nababan sebagai Bupati Tapanuli Utara akan berakhir. Dia pun menyampaikan peluangnya menjadi calon Gubernur Sumatera Utara di podcast. Nikson, juga menyampaikan pencapaian-pencapaian yang diraih selama kepemimpinannya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Politik
Berbicara tentang dunia politik, Nikson sebagai bakal calon gubsu di Pillkada 2024 ini, dirinya bersilaturahmi dengan mahasiswa untuk berdiskusi , demikian juga di lingkungan umat Islam,dan para Tuan Guru di Langkat, Siantar dan di Medan.
Banyak nasihat yang diberikan kepada dirinya, untuk melakukan jalan tegak lurus dan tetap menjalankan amalan yang sudah diberikan padanya.(Ahmad Rizal)