Agak Laen Kutengok (3) : Memimpin Kota Tanpa Etika…

Sebarkan:
CHOKING SUSILO SAKEH.
SESUNGGUHNYA tak ada hal baru yang disuarakan oleh lebih seratusan mahasiswa Kelompok Cipayung Plus Medan tentang kondisi Kota Medan, pada aksi Mimbar Rakyat di titik nol Jalan Balai Kota Medan, Kamis (18/7/2024) lalu. Namun begitu, aksi tersebut menjadi sesuatu yang sangat menarik. Sebab, pada akhirnya ada juga kelompok masyarakat yang berani secara terbuka dan tegas menilai bahwa Bobby Nasution gagal memimpin Kota Medan.

Lho, kok gagal? Simaklah indikasi kegagalan Bobby Nasution versi mahasiswa. Dan kalien para warga Kota Medan, pasti akan mengiyakannya.

Para mahasiswa mengungkapkan beberapa poin kegagalan Bobby Nasution. Diantaranya, gagal menepati janji kampanye Medan Bebas Banjir; gagal menepati janji Medan Bebas Narkoba dan Begal; banyak proyek dikerjakan namun hingga kini progresnya relatif sangat rendah, sehingga dikhawatirkan akan menjadi proyek mangkrak; Kebun Binatang Medan yang tak terurus sehingga banyak binatang mati memprihatinkan; tidak adanya kepastian hukum proyek Lampu Pocong; carut marut penanganan parkir; serta beberapa hal-hal lainnya.

Contoh-contoh kegagalan Bobby Nasution tersebut,  memang bukanlah hal baru dan bukan pula sesuatu yang rahasia. Bagi warga Kota Medan, semua kegagalan Bobby Nasution sangat gampang ditemukan. 

Contoh terbaru adalah proyek “parkir berlangganan”. Semua kenderaan bermotor yang parkir di objek parkir Kota Medan  --  mau tiap hari parkir, mau parkir cuma sekali karena pendatang, mau parkir di depan rumah atau tempat usaha sendiri  --  wajib membeli barcode parkir berlangganan setahun. Jika tak mau berlangganan parkir setahun, maka kalien dipersilahkan hambus dari lokasi parkir.

Entah apa yang melatarbelakangi program ini. Namun akal sehatku membayangkan, mestinya program ini didahului dengan telah tersedianya berbagai perangkat pendukung. Misalnya, adanya petugas parkir di lokasi objek parkir, adanya rambu-rambu penanda kawasan parkir berlangganan, adanya petugas Dishub yang santun dan beretika, serta perangkat pendukung lainnya. Dan di atas kesemuanya itu, tentunya sudah ada payung hukum yang permanen berazaskan keadilan bagi semua.

Yang terjadi adalah, proyek parkir berlangganan ini diterapkan secara ugal-ugalan, mentang-mentang dan sama sekali mengabaikan etika. Akibatnya, roh Kota Medan yang ramah dan hangat, pun menjadi berantakan. Meski begitu, aku kalah jauh dibandingkan para mahasiswa itu : aku tak berani memprotes Sang Walikota yang kebetulan menantu presiden tersebut.

Lalu, izinkanlah aku mengingat proyek Lampu Pocong setahun lalu. Proyek itu telah dikerjakan sekitar 80 persen, namun tiba-tiba dinyatakan sebagai proyek total loss. Asyiknya, hingga kini tak pernah ada kejelasan bagaimana pertanggungjawaban hukum atas proyek yang dinyatakan total loss tersebut. Dan, lagi-lagi, mana berani aku memprotes Sang Walikota.  

Maka, itulah kemudian yang membuat roh dan fisik Kota Medan menjadi berantakan seperti yang terlihat saat ini. 

Mangkanya…

Tanpa Etika

Arkian, sebuah kota yang berantakan, dapat dipastikan karena dikelola secara ugal-ugalan. Kota yang dikelola secara ugal-ugalan, pastilah disebabkan karena sang walikota memimpin dengan mengabaikan etika sama sekali. Dan sikap walikota yang memimpin tanpa etika, itu muncul dari prilaku mentang-mentang. Boleh jadi, berprilaku mentang-mentang, karena merasa akan bebas dari jeratan hukum. 

Maka, jangan kau salahkan nasibmu jika kotamu kini berantakan! Dan Kota Medan yang kini berantakan itu,  sejak tahun 2020 lalu dipimpin oleh Bobby Nasution, yang kebetulan adalah menantu Presiden Jokowi.

Aku haqqul yaqin, bahwa prilaku mentang-mentang Bobby Nasution di dalam memimpin Kota Medan, itulah yang menjadi penyebab utama kegagalan tersebut. Dengan sikap mentang-mentang itu, Bobby Nasution mengelola Kota Medan secara ugal-ugalan dan sama sekali mengabaikan etika, bahkan  nyaris tak pernah mau mendengarkan aspirasi warga Kota Medan.

Maka, bagi Warga Kota Medan yang dikenal berkarakter spontan dan terbuka, ramah dan hangat untuk diajak bekerjasama itu, pada akhirnya memaknai tagline “Kolaborasi Medan Berkah” yang diusung Bobby Nasution menjadi sebagai : “Sor Sendiri yang mengakibatkan roh dan fisik Kota Medan menjadi berantakan”. 

Agaknya, layaklah jika kepada warga Kota Medan para pendukung Bobby Nasution, untuk kita ajak bersama-sama menikmati hasil dari dukungan mereka  : kota yang berantakan, karena dikelola secara ugal-ugalan dan sama sekali mengabaikan etika.

Ayo, mari kita nikmati parkir berlangganan; mari nikmati beberapa ruas jalan yang terganggu  --  baik karena proyek U-Ditch, underpass dan berbagai proyek lainnya yang berpotensi menjadi proyek mangkrak; ayo, nikmatilah Lampu Pocong yang raib tak berbekas; nikmatilah aksi begal, geng motor dan narkoba; dan mari nikmati banjir yang masih tetap saja mengganggu.

Mangkanya…

--------------------------------

*Penulis adalah Jurnalis, warga Kota Medan tak punya barcode parkir.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com