Danil Fahmi, SH |
SATU tahun era transisi masih meninggalkan cerita baik untuk Kab. Batu Bara, realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2024 ditutup surplus 29,01 M. Kinerja baik ini masih bisa dibanggakan, mengingat satu dasawarsa ini, sebagian besar performa tahun anggaran ditutup dengan kinerja minus.
Olahan data yang kami rangkum dari Kementerian Keuangan, kinerja minus dimulai 2016 -35,82 M, 2017 -2,33 M. Kinerja buruk dilanjutkan torehan minus di masa Bupati Zahir, 2019 sd 2023 berturut-turut menghasilkan delta (Δ) minus antara penerimaan dan belanja yaitu -5,11 M (2019), -31,46 M (2020), -37,40 M (2021), -58,81 M (2022) dan -39,61 M (2023).
Kinerja buruk ini sudah pasti hasil dari tidak komitmennya Bupati sebagai pemangku tugas perencanaan dan pelaksanaan anggaran pendapatan (penerimaan) daerah dengan anggaran belanjanya dengan rakyat yang dalam hal ini diambil alih amanah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab. Batu Bara dalam menetapkan dan mengawasi tanggung jawab Bupati sebagai eksekutif.
Istilah penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah melalui mekanisme paripurna membentuk peraturan daerah menghasilkan kesepakatan bahwa penetapan anggaran pendapatan bisa diartikan adalah komitmen pencapaian target penerimaan daerah dari berbagai sumber pendapatan atau penerimaan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dibawah kendali Bupati. Sedangkan penetapan anggaran belanja adalah komitmen melaksanakan pengeluaran daerah se efektif, se efisien, akuntabel dan penuh tanggung jawab.
Mekanisme penetapan ini sudah melalui mekanisme perencanaan, analisa, proyeksi dan taksasi yang telah dilakukan oleh Sekretaris Daerah sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama SKPD bergugus tugas anggaran seperti Badan Perencanaan Daerah, Badan Kekayaan Dan Aset Daerah, Badan Pendapatan Daerah, bersama seluruh SKPD lainnya membentuk KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) untuk disampaikan kepada Bupati yang kemudian ditetapkan dan dimonitor DPRD. Dokumen tersebut adalah komitmen angka-angka kinerja anggaran pendapatan dan belanja yang diajukan dan dilaksanakan selama 1 (satu) tahun anggaran ke depan.
Analisa data kami, menemukan bahwa periode 5 tahun terakhir dengan minus kinerja penerimaan dan belanja antara 2020 sd 2024, menampilkan bahwa rata-rata tidak menunjukkan angka positif kecuali tahun 2021, selainnya dominan komitmen anggaran pendapatan tidak dapat dipenuhi pada periode itu.
Performa buruk ini terlihat jelas dari gap penetapan pendapatan sebagai target dengan capaian angka realisasi sebagai kinerja. Tahun 2020 -78,24 M, -71,92 M (2022), -11,17 M (2023) dan -163,52 M (2024) sedangkan 2021 surplus 32,67 M anggaran pendapatan yang disinyalir adanya pembayaran Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dari salah satu BUMN di Kab. Batu Bara yang dicatatkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Jadi bukan kinerja murni Bupati ataupun SKPD bergugus tugas penerimaan daerah.
Kinerja buruk penerimaan daerah ini diikuti oleh performa negatif penganggaran belanja dimana tidak ada satu tahun anggaran periode 2020- 2024 yang dapat memenuhi komitmen target realisasi belanja daerah. Realisasi mangkir dari angka penetapan belanja sebesar 1.356,12 M dengan realisasi 1.211,13 M dengan gap 144,99 M pada tahun 2020 masih bisa kita eliminasi mengingat guncangan pandemi Covid 19.
Begitu pula pada 2021 minus realisasi 11,63 M masih dalam toleransi masa terdampak. Namun realisasi gap 154,89 M dari ajuan belanja pada tahun 2022 adalah sesuatu yang sangat mengecewakan mengingat meleset 13,75% dari perkiraan realisasi. Sedangkan 39,96 M pada tahun 2023 dan 206,42 M pada tahun 2024, dapat ditilik indikasinya berdasarkan data adalah diakibatkan proyeksi dana transfer ke daerah (TKD). Inilah yang harus dipahami bersama bahwa rasio kemandirian itu menjadi penting didalam sebuah penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Rasio kemandirian hanyalah sebuah analisa dan perhitungan sederhana yang memperbandingkan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total pendapatan daerah, serta rasio transfer terhadap total pendapatan daerah. Dari perbandingan itu akan didapat nilai persentase, yang mana bila persentase perbandingan PAD dengan pendapatan makin besar maka keuangan daerah makin mandiri dan makin sehat, sedangkan pada perbandingan TKD terhadap pendapatan, bila semakin besar maka semakin tidak sehat dalam arti adanya tingkat ketergantungan yang tinggi.
Pola hubungan kemandirian PAD terhadap pendapatan daerah terbagi kedalam 4 kriteria pola hubungan dari kategori rendah sekali, rendah , sedang dan tinggi yaitu menjadi pola hubungan instruktif, konsultatif, partisipatif dan delegatif. Secara terperinci dapat dijelaskan bahwa :
- Pola hubungan instruktif, yaitu Pemerintah Pusat memiliki peran yang lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah.
- Pola hubungan konsultatif, yaitu Pemerintah Pusat mulai mengurangi campur tangannya dan lebih banyak memberikan konsultasi kepada daerah.
- Pola hubungan partisipatif, Pemerintah Pusat mulai mengurangi perannya karena daerah sudah mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.
- Pola hubungan delegatif, yaitu Pemerintah Pusat tidak lagi campur tangan karena daerah sudah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan
- Rendah Sekali 0 – 25 Instruktif
- Rendah 26 – 50 Konsultatif
- Sedang 51 – 75 Partisipatif
- Tinggi 76 – 100 Delegatif
- Sumber : Mahmudi (2019:140)
Berdasarkan data perbandingan yang ada bahwa selama kurun waktu 2015 sd 2024 Kab. Batu Bara berada pada pola hubungan instruktif dimana Pemerintah Pusat memiliki peran yang lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah.
Dimulai dari 2015, persentase kemandirian daerah berada pada angka 5,61% (paling rendah) dan terus menanjak pada 2024 di angka tertinggi yaitu 15,48%. Namun kesemuanya masih dalam persentase range pola hubungan instruktif yaitu 0-25% (rendah sekali). Pada analisa data yang sama, dapat dicitrakan bahwa Ada banyak analisa perhitungan kesehatan keuangan daerah.
Namun yang paling utama dilakukan adalah perbaikan dan peningkatan pencapaian pendapatan asli daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Begitu banyak sumber-sumber pendapatan belum dimaksimalkan mengingat wilayah Batu Bara adalah wilayah yang banyak bersentuhan dengan proyek-proyek strategis nasional seperti Kuala Tanjung dan Sei. Mangkei.
Sehingga pendapatan PBB berskala industri, pajak hotel, restoran, reklame dan hiburan, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, dan lain-lainnya. Begitu pula pundi-pundi dari retribusi akibat pembangunan yang menyokong dunia pariwisata, industri dan lain-lain.
Pemerintah Daerah juga bisa memaksimalkan pembentukan badan usaha milik desa atau milik daerah untuk mengambil peran-peran ekonomi masyarakat maupun di wilayah industri untuk masuk ke perputaran ekonomi wilayah mengingat usia Kab. Batu Bara yang sudah menanjak lebih dari satu dasawarsa bukanlah waktu yang pendek untuk berbenah dan meningkatkan potensi wilayah dan kesejahteraan masyarakat.(*)
Penulis : Danil Fahmi, SH. Advokat Law Firm Zamal Setiawan & Partners, Ex Bankir BUMN.