Choking Susilo Sakeh. |
KALENDER baru saja berganti -- dari 2024 menjadi 2025. Itu artinya, Kota Medan semakin berusia tua, dan menua. Kota yang dinyatakan bertanggal lahir pada 1 Juli 2020 itu, saat ini telah berusia 434 tahun. Dan pada 1 Juli 2025 nanti, Kota Medan pun akan bertambah tua.
Hai, kota yang tua. Begitupun, andai dikelola secara bijak, terutama dengan memahami secara baik karakteristik warga Kota Medan, maka dipastikan Kota Medan akan menjadi kota tua yang menggairahkan. Sebaliknya, jika dikelola secara ugal-ugalan -- apalagi dengan pola kepemimpinan mentang-mentang -- maka Kota Medan dipastikan menjadi kota tua yang berantakan.
Apakah Kota Medan kini menggairahkan, ataukah berantakan?
Beberapa waktu lalu, Walikota Medan Bobby Nasution sudah memastikan, bahwa proyek Revitalisasi Stadion Teladan Medan akan molor (“Revitalisasi Stadion Teladan molor, begini penyebabnya kata Bobby Nasution”; RMOL Sumut, Kamis 19 Des. 2024). Nasib yang sama pun dialami oleh proyek Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan (“Proyek Revitalisasi Lapangan Merdeka molor, Bobby : Lambat Pengerjaan di bagian Struktur Bawah”, Tribun Medan, Senin 23 Des. 2024).
Beberapa proyek lainnya, diantaranya Underpass Jln Gatot Subroto berbiaya Rp 217,8 miliar dan Underpass Jln HM Yamin berbiaya Rp 170.653.456;600,- hingga kini tak berkabar kapan selesainya. Sama juga dengan pembangunan Islamic Centre, entah bagaimana kabarnya.
Sedangkan Overpass Stasiun Kereta Api yang sudah dinyatakan siap dan diresmikan, ternyata masih kupak-kapik dan kebanjiran saat hujan turun. (“Baru Diresmikan Sudah Rusak, Ketua DPRD Medan minta Overpass segera Diperbaiki”, medanmerdeka.com, Rabu 8 Jan. 2025). Tentu saja, proyek Revitalisasi Kebon Bunga Medan berbiaya Rp 191.665.325.000, pun tak berkabar kapan selesainya.
Semua proyek tersebut, sudah beberapa kali saya tulis sebagai proyek yang berpotensi menjadi proyek mangkrak. Dan sebagai proyek yang berpotensi mangkrak, tentulah bisa menjadi penyebab wajah Kota Medan menjadi berantakan. Belum lagi proyek pemasangan U-Ditch yang masih hubar-habir di beberapa titik, juga Pembangunan Halte Bus Listrik di tengah badan jalan Putri Hijau Medan. Dan tentu saja si Lampu Pocong, sebuah proyek yang mengasyikkan.
Apapun itu, yang terjadi saat ini pada wajah Kota Medan adalah gambaran dari pola kepemimpinan Bobby Nasution, menantu mantan Presiden RI -- Joko Widodo. Sebagaimana beberapa kali saya tulis, Bobby Nasution memimpin Kota Medan dengan pola kepemimpinan mentang-mentang, dan terkesan tak mau memahami karakteristik Kota Medan. Tak heran, jika ada warga yang memplesetkan tagline “Kolaborasi Medan Berkas” menjadi “Kolaborasi Sor Sendiri”.
Mangkanya…
Walikota Baru.
Bahwa sekitar medio Maret 2025 mendatang, jabatan Walikota Medan akan digantikan oleh Rico Wa’as, Calon Walikota Medan yang memenangkan Pilkada Medan pada 27 November 2024 lalu. Meski kebetulan saya dan Walikota Medan terpilih tersebut menetap di lingkungan yang sama -- juga mencoblos Pilkada Medan 2024 di TPS yang sama -- namun secara personal saya sama sekali tak mengenal Rico Wa’as. Bahkan, sebagai jurnalis saya tak punya catatan yang mengasyikkan dari sosok seorang Rico Wa’as.
Karenanya, izinkanlah andai saya tak berharap banyak dengan masa depan Kota Medan, kelak setelah kota ini dikelola oleh Rico Wa’as sebagai Walikota Medan bersama wakilnya, Zaki Harahap.
Bahwa benar Rico Wa’as, sama halnya seperti Bobby Nasution, masih berusia muda. Dan para anak muda, konon, merekalah pemilik masa depan negeri ini. Namun, usia ternyata tidak menjadi penentu keberhasilan seseorang pemimpin. Bobby Nasution menjadi contoh yang tepat, tentang seorang anak muda menjadi Walikota Medan yang gagal. Dan salah satu penyebab utamanya : Bobby Nasution tak pernah mau memahami karakteristik warga Medan yang khas tersebut.
Tentang kepemimpinan Kota Medan mendatang, saya memperkirakan, kelak akan terjadi tarik-menarik kepentingan antara Rico Wa’as dan Zaki Harahap. Andai Nasdem -- partai tempat kiprah politik Rico Wa’as selama ini -- siap memback-up Rico, maka Zaki akan menjadi ‘ban serap’ yang baik. Sebaliknya, andai Nasdem lepas tangan, maka dipastikan Zaki Harahap dengan dukungan Gerindra -- partai dimana Zaki beraktivitas selama ini -- akan mengendalikan kepemimpinan di Kota Medan.
Tapi, siapapun kelak yang menjadi ‘leader’ di dalam mengelola Kota Medan, Rico kah tau Zaki kah, tetap saja saya tak akan berharap banyak. Kecuali Rico Wa’as dan Zaki Harahap berani ‘mengusut’ berbagai proyek yang dikerjakan Bobby Nasution sebelumnya. Beranikah?
Mangkanya…
---------------------------------------------------------
*Penulis adalah Jurnalis, warga Kota Medan.