Danil Fahmi, SH. |
TIMELINE berita online dipenuhi hot issue pelantikan Kepala Daerah Serentak hasil pemilu kepala daerah tahun 2024 lalu. Berbagai opsi pelaksanaan pelantikan bermunculan, mulai dari Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengajukan 2 opsi, sampai 3 opsi yang ditawarkan Kementerian Dalam Negeri sebagai pemangku tanggungjawab pelaksanaan pemerintahan dalam negeri. Namun DPR agaknya masih punya visi berbeda, yaitu tetap melaksanakan pelantikan secara serentak, menunggu selesainya proses sengketa kepala daerah di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di momen setiap warga negara sedang riuh rendah menunggu para jagoan dilantik, kita seakan melupakan bahwa para Penjabat (Pj) Kepala Daerah sedang memutar otak bersama seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk tetap memainkan ritme operasional Pemerintahan dibalik issue defisit di berbagai daerah. Sedikit saja terjadi kesalahan proyeksi antara distribusi pendapatan ke kas daerah dengan proyeksi belanja yang tak diperhitungkan dengan ketersediaan dana, akan menyebabkan gulungan defisit menjalar kepada beban operasional yang bersifat mandatory dan wajib sedia seperti gaji dan belanja-belanja umum lainnya, di luar belanja modal, pengadaan dan infrastruktur lainnya.
Pemerintah Kabupaten Batu Bara misalnya yang sudah menutup tahun 2024 dengan smooth, seharusnya mampu menghidupkan kembali mesin anggaran 2025 dengan mudah dan baik. Asal tetap menjaga ritme distribusi pendapatan/penerimaan dan belanja rutin atau operasional yang didahulukan dengan membaca dan memastikan limit minimum dana transfer ke daerah yang masuk ke kas daerah.
Setelah itu tersedia dengan baik, maka kemudian dapat dilakukan belanja modal dan pengadaan serta infrastruktur. Singkatnya, dalam anggaran triwulan pertama periode Januari-Maret 2025 ini disarankan menjaga postingan pengeluaran pada belanja rutin dan keuangan kepegawaian.
Dari kajian data komparasi yang kami olah dari realisasi laporan anggaran belanja tahun 2021 dan 2023 sebagai tahun pembanding yang tidak terlalu jauh angkanya dari tahun 2025. Tahun 2021, realisasi belanja Rp.1.206.025.538.176,- dengan belanja operasinya sebesar Rp. 788.535.676.107,- yaitu 65,38% dari anggaran belanja keseluruhan. Selebihnya 17,74% nya adalah belanja modal, 1,16% adalah belanja tak terduga dan 15,72% belanja transfer. Belanja operasi yang besar itu kita proyeksi ke dalam realisasi bulanan menjadi Rp.65.711.306.342,- atau menjadi Rp.197.133.919.027,- secara triwulan pertama.
Selanjutnya, angka belanja itu meningkat di tahun 2023, yaitu dengan realisasi anggaran belanja sebesar Rp.1.305.009.939.198,- dimana 63,95% adalah belanja operasi yaitu Rp.834.588.248.911,-. Selebihnya dikuasai belanja modal (20,24%), belanja tidak terduga (0,08%) dan belanja transfer (15,73%).
Bila kita break down prorata bulanan maka dibutuhkan Rp.69.549.020.743,- per bulan atau Rp. 208.647.062.228,- triwulan 1 tahun 2023. Sungguh angka yang cukup besar, sehingga harus dijamin ketersediaannya oleh Pejabat Penanggungjawab Keuangan Daerah (PPKD) sebagai pembantu Bupati di dalam menjaga rasio dan efektivitas keuangan daerah.
Data realisasi 2021 tercermin 5 SKPD dengan konsumsi realisasi anggaran belanja tertinggi yaitu Dinas Pendidikan, DPKAD, Dinas PUTR, Dinas Kesehatan dan Sekretariat Daerah. Kelima SKPD dimaksud menggunakan Rp.72.667.539.910,- /bulan bilang dihitung secara prorata dan Rp.218.002.619.731,- pada triwulan 1. SKPD yang sama, juga merealisasikan estimasi anggaran Rp.77.661.462.860,- /bulan dan Rp.232.984.388.579,- untuk triwulan 1.
Kebijakan menjaga rasio realisasi tetap terkendali secara proporsional baik dari persentase share maupun prioritas kebutuhan mata anggarannya, akan mengurangi beban Kepala Daerah dalam memobilisasi anggaran pada penutup semester Pertama tahun 2025, yang selanjutnya akan menjadi mudah pada periode Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) pada minggu kedua September tahun berjalan sehingga bisa disepakati bersama DPRD pada akhir bulannya. Konsumsi belanja yang tidak proporsional antara posting belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga dan belanja transfer akan menyebabkan rasio ketersediaan dana dan beban belanja pada periode Oktober s/d Desember menjadi berat.
Menjadi penting bagi Penjabat (Pj) kepala daerah masing-masing untuk menjaga dan memastikan pola konsumsi (realisasi) anggaran belanja APBD di awal tahun ini. Begitu pula, Sekretaris Daerah sebagai bagian dari PPKD dan juga Ketua Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) berkewajiban mengingatkan Kepala Daerah dan merupakan tupoksi Sekda untuk memastikan keuangan daerah tetap baik sepeninggal penjabat (Pj) kepala daerah.(*)
Penulis : Danil Fahmi, SH.,Advokat Law Firm Zamal Setiawan & Partners Ex Bankir.