Dana Penyertaan Pemerintah Daerah Batu Bara Berujung Investasi Bodong

Sebarkan:
Danil Fahmi, SH.
ERA REFORMASI membuka segala bentuk aspek pengembangan dan kemajuan bernegara, salah satunya pengelolaan aset usaha negara. Di era ini, Pemerintah Pusat memiliki domain mengatur tentang pendirian, pengurusan, pengawasan, dan pembubaran BUMN (UU No. 19 Tahun 2003) sebagai dasar pijak revitalisasi BUMN.

Untuk mengawal kinerja, operasionalisasi dan monitoring BUMN itu, Pemerintah Pusat menambah nomenklatur pada kementerian Republik Indonesia yaitu kementerian BUMN pada 1998 sebagai awal mula langkah pemberesan aset-aset negara dalam bentuk usaha untuk kepentingan masyarakat banyak.

Begitu pula pada Pemerintah Daerah dibuka peluang mendirikan dan mengelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berdasarkan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Undang - Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian BUMD diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (PP BUMD) yang bertujuan memastikan pembentukan BUMD adalah untuk Membantu menggerakkan perekonomian daerah, memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Daerah (PAD), melaksanakan pembangunan daerah, melaksanakan pembangunan ekonomi nasional. 

Bahkan untuk menggiatkan ekonomi masyarakat dan menambah pundi-pundi penerimaan daerah hingga sampai ke desa-desa, Pemerintah Pusat juga mengkreasikan pendirian BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 yang mengatur pendirian, pengelolaan, dan pengembangan BUMDes.

Ini menjadi sangat penting untuk dicermati mengingat tujuan awal pembentukan kementerian BUMN sebagai Badan usaha negara yang bertujuan memastikan dan menjamin penguasaan dan pengusahaan serta pemenuhan hajat-hajat hidup orang banyak, juga ditujukan sebagai satu payung hukum pembentukan organisasi badan usaha kepunyaan negara pengawal aset dan kekayaan negara dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berikut monitoring dan evaluasi hasil-hasil kinerja keuangan dan operasionalnya sebagai salah satu sumber pendapatan negara dalam bentuk dividen.

Begitu pula di tingkat daerah, setidaknya hampir semua daerah punyai badan-badan usaha milik daerah yang juga melingkupi hajat hidup dan potensi-potensi masyarakat daerah seperti perusahaan daerah pengelola air bersih dan perusahaan daerah yang bergerak di bidang pengelolaan pasar yang biasa di sebut PD Pasar, serta banyak jenis dan nama perusahaan daerah sesuai kebutuhan, potensi dan kemampuan daerah masing-masing.

Dikatakan kebutuhan, potensi dan kemampuan mewakili seluruh aspek pertimbangan di dalam studi kelayakan pembentukan badan usaha milik daerah pada masing-masing wilayah. Mungkin suatu daerah membutuhkan pendirian sebuah BUMD namun kalau potensi garapannya tidak signifikan maka belum layak didirikan BUMD dimaksud, begitu pula selanjutnya bahwa aspek kebutuhan dan potensi juga harus dapat disesuaikan dengan aspek kemampuan daerah di dalam mendirikan, mengelola dan mengoperasionalisasikan BUMD agar kiranya stigma miring tentang BUMD di berbagai wilayah di Republik ini tidak menjadi sebuah rahasia yang bersifat umum. 

Banyak ditemui pada pembentukan BUMD adanya saluran kebocoran, inefisiensi dan inefektivitas anggaran dalam penempatan ataupun penyertaan modal pemerintah daerah. Cerita lain yang juga terlihat publik bahwa BUMD adalah tempat berkumpulnya atau setidaknya penampungan tim-tim sukses kepala daerah yang berkuasa.

Ada lain cerita, BUMD dijadikan wadah uji coba ide-ide kepala daerah tentang bisnis ke wilayahan sedangkan studi kelayakan usaha (feasibility business) belum teruji secara financial clinic sehingga muaranya adalah pemborosan, inefisiensi, dan inefektivitas uang negara dalam penyertaan modal yang harusnya menjadi investasi daerah berbuah dividen, bukan menjadi beban dan masalah baru sebagai Badan yang didirikan dan dibina oleh pemerintah daerah.

Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara menangkap potensi, kebutuhan dan fenomena itu dengan melakukan government action membentuk badan usahanya PT. Pembangunan Batra Berjaya (PBB) yang dirampungkan dengan penyertaan modal kepada PT. PBB berdasarkan peraturan daerah No. 6 tahun 2014.

Perda yang sama juga mengatur penyertaan Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara pada PT. Bank Sumut sebagai dukungan kepada perusahaan daerah Prov. Sumatera  Utara. Maka sebagai dukungan awal pemerintah daerah digelontorkanlah dana Rp.11 M dengan komposisinya Rp.10 M kepada PT. PBB dan Rp.1 M pada PT. Bank Sumut dalam bentuk sertifikat kolektif saham. 

Selanjutnya pula, secara formal melalui Perda No.9 tahun 2015, didirikanlah perusahaan daerah air minum (PDAM) Tirta Tanjung. Sebagai modal awal Pemerintah Daerah menyertakan modal awal sebesar 100 M dengan rincian penyertaan modal daerah Rp.5 M (APBD 2016) selebihnya hibah aset pemerintah pusat, Pemprov. Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Kab. Asahan sebagai kabupaten induk dan hibah pemerintah daerah Kab. Batu Bara.

Kami mencoba melakukan review data faktual, yang diolah dan urai dari LHP BPK tahun 2018 hingga 2023. Pada tahun 2018, terjadi lonjakan kenaikan penyertaan modal investasi daerah tenor jangka panjang dari angka Rp.13,070 M menjadi 122,196 M. Lonjakan itu disumbang dari penambahan atau pencatatan investasi pada PDAM Tirta Tanjung sebesar Rp.109,733 M serta penempatan atau penyertaan pada Bank Sumut sebesar Rp.2,309 M. 

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara periode 2019 sd 2023, ada 4 (empat) kali penyertaan yang dilakukan Pemkab. Batu Bara sebesar Rp.38,250 M. PT. Pembangunan Batra Berjaya (PBB) mendapat suntikan dana sebesar Rp.15,748 M, PDAM Tirta Tanjung mendapatkan Rp.6,359 M sedangkan pada Bank Sumut, Pemkab. Batu Bara menempatkan Rp.16,141 M. Hanya pada periode tahun anggaran 2022, Pemkab. Batu Bara tidak melakukan penyertaan modal pada 3 entitas di atas. (Tabel 1)Pada periode yang sama, secara keseluruhan dua entitas mengalami kerugian total -20,553 M di mana PT. PBB membukukan kerugian pada laporan keuangannya sebesar -Rp.6,073 M, PDAM Tirta Tanjung mencatatkan kerugian -Rp14 479 M, dan praktis hanya investasi pada Bank Sumut yang mencatatkan keuntungan sebesar Rp.2,886 M. Berdasarkan catatan LHP BPK saldo akhir neraca investasi/penyertaan Pemerintah Kabupaten Batu Bara pada PT. PBB 19,829 M, PDAM Tirta Tanjung Rp.101,613 M dan Bank Sumut Rp.21,337 M dengan total over all Rp.142,779 M. (Tabel 2)Dengan angka Rp.142,779 M di atas, Pemkab. Batu Bara tidak menuai hasil positif secara riil maupun neraca konsolidasi. Sungguh fenomena yang memilukan bagi keuangan Kab. Batu Bara mengingat tujuan pendirian badan-badan usaha tersebut sejatinya dapat menyadap hasil / dividen bagi anggaran penerimaan daerah, setidaknya tidak membebani postur anggaran belanja pemerintah daerah yang sudah di momoki dengan defisit.

Bila arah kebijakan Pemimpin Daerah berorientasi efisiensi dan efektivitas anggaran maka setidaknya angka penyertaan Rp.38,250 M dapat digunakan menambal defisit anggaran pada periode 2019 sd 2023 sehingga setidaknya tidak menambah anggaran minus. Dilalahnya, dalam kondisi mendapatkan pembiayaan dari pihak lembaga keuangan lainnya, Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara justru merealisasikan penyertaan kepada anak usahanya. Sungguh suatu strategi penganggaran yang tidak dapat dipahami selama rentang 5 tahun belakangan. 

Sementara catatan umpan balik dividen yang didapatkan dari penyertaan periode 2019 sd 2023 tidak ada sumbangsih dari PT. PBB dan PDAM Tirta Tanjung, kecuali hanya Bank Sumut yang memberikan total Rp.2,889 M dengan total saldo neraca per 2023 sebesar Rp.21,337 M.

Adapun posisi investasi jangka panjang Pemkab. Batu Bara pada Neraca Keuangan APBD 2023 senilai total Rp.142,779 M berada pada neraca aset tepatnya pos aset lancar. Bila kita cermati, hanya aset lancar pada Bank Sumut senilai Rp.21,337 M yang masih bisa kita pertanggung jawabkan secara kurasi tinggi, sedangkan saldo akhir pada neraca PT. Pembangunan Batra Berjaya Rp. 19,829 M dipastikan hanya berbentuk aset yang saat ini terbengkalai secara pengelolaan dan nilai sedangkan kas fisik modal sudah tidak lagi ada pada neraca perusahaan. 

Tak jauh berbeda, PDAM Tirta Tanjung juga mencatatkan Rp.101, 613 M yang masih di dominasi pencatatan aset penyertaan awal pembentukannya di mana praktis tidak ada perkembangan aset perusahaan daerah dan penyertaan yang dilakukan Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara menguap menjadi pengeluaran beban operasional semata.

Mengulik kembali fungsi pos aset lancar, bahwa keberadaan dan fungsi aset lancar pada neraca adalah simbol likuiditas suatu portofolio di mana aset lancar sangat mempengaruhi dan dapat memperbaiki dengan cepat kondisi ketimpangan/keminusan pada neraca sehingga wajar dan menjadi high concern bagi pengelola akuntansi keuangan daerah untuk menjaga tingkat kesehatan neraca konsolidasi suatu daerah. Selanjutnya, tampilan neraca yang baik dapat membantu bagi pemangku tanggung jawab keuangan daerah, untuk membuat keputusan strategis bagi perbaikan keuangan daerah atau penentuan langkah strategis sehingga pemulihan keuangan dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.

Kendala stagnasi PDAM Tirta Tanjung dan PT. Pembangunan Batra Berjaya yang sepanjang 2019 s/d 2023 mengalami neraca negatif dibiarkan bertahun-tahun tanpa ada satu pengambilan langkah perbaikan yang tepat. Rezim sebelumnya, hanya memberikan solusi penyuntikan dana (penyertaan) untuk memperbaiki atau "menutup" gap minus kinerja perusahaan daerah.

Pemimpin daerah tidak pernah terlalu serius memperbaiki dan memonitor kinerja badan usaha milik daerah di mana perwakilan pemerintah di badan dimaksud tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan. Harusnya dengan semua support system yang ada tujuan pendirian tercapai dengan baik dan tidak membebani neraca keuangan daerah.

Pengelolaan perusahaan air minum daerah yang berbasis pengelolaan dan produksi serta distribusi air bersih untuk khalayak ramai seharusnya tidak ada isu dan kendala berarti di dalam operasionalisasinya mengingat air adalah sumber daya alam yang bernilai ekonomis tinggi dan memenuhi hajat hidup orang banyak namun mudah diperolah sehingga mudah di dalam peningkatan nilai produknya menjadi suatu produk yang mudah jual dan dibutuhkan. Begitu pula dengan PT. PBB sebagai perusahaan daerah yang diberikan keleluasaan di dalam menjalankan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)di tengah atmosfer investasi Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT).

Sejatinya tidak mendapati kesulitan yang berarti di dalam menjalankan usaha-usaha berbasis industri dengan dukungan permodalan yang cukup memadai, sedangkan perusahaan-perusahaan berskala kecil dengan potensi minim saja dapat berkembang dan menjalankan usahanya dengan baik dan maju pesat di wilayah Batu Bara ini.

Sumber daya manusia yang berkompetensi menjadi sumber utama problem di dalam menjalankan usaha-usaha badan milik daerah ini sehingga publik berharap pengelolaan 2 (dua) entitas perusahaan daerah ini dapat dilakukan secara profesional dan dipangku oleh mereka-mereka yang punya kompetensi pada bidangnya, bukan lagi sebagai wadah cawe-cawe para hulu balang kampanye. 

Kepala Daerah harus punya visi dan misi yang jernih dan futuristik bila tak ingin problem 5 tahun lalu diputar kembali ke episode ini dan apa yang menjadi judul tulisan ini bahwa penyertaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara bukanlah investasi bodong dalam arti tak menghasilkan nilai tambah dalam penempatannya, sedangkan usaha koperasi di kampung-kampung udik masih dapat menghasilkan feedback bagi usaha mereka.(*)

Penulis : Danil Fahmi, SH. (Bang Deef),  Advokat Law Firm Zamal Setiawan & Partner, Ex. Bankir.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com