Jangan Was-was, pak Wali…

Sebarkan:
CHOKING SUSILOH SAKEH.
SEBAGAIMANA daerah lainnya, warga Kota Medan kini telah memiliki pemimpin baru : Rico Wa’as. Bersama Zaki Harahap sebagai wakilnya, Rico Wa’as dilantik sebagai Walikota Medan ke-19 untuk priode 2025-2030,  di Istana Merdeka Jakarta pada 20 Februari lalu. Kini, keduanya telah bekerja sebagaimana mestinya. Dan ada aksi kerja Rico Wa’as di masa-masa awalnya, yang membuat aku mesti jujur untuk memberi nilai plus.

Kerja awal Rico Wa’as bernilai plus itu, yakni tatkala Rico Wa’as sebagai Wali Kota Medan mengunjungi ruangan kerja para pimpinan lembaga negara yang ada di Kota Medan : Ketua DPRD, Kapoltabes, Kapolres Belawan, Dandimtabes, Ketua PN, Kajari Medan, Kajari Belawan, Dan Lanud, Dan Lantamal, Dan Denpom serta seterusnya. 

Selintas, kunjungan Rico Wa’as ini terkesan cumalah sebuah kegiatan rutin, seremonial, sederhana dan tak mempunyai daya tarik. Namun jika kita mau lebih teliti membaca aksi Pak Wali tersebut, sesungguhnya itu adalah kerja awal yang bermakna besar (dan mengagumkan!). 

Bayangkan : bahwa berdasarkan PP No. 12/Tahun 2022, kepala daerah adalah ketua Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompida). Artinya, Rico Wa’as sebagai Wali Kota Medan adalah pimpinan Forkompida  Kota Medan. Sedangkan pimpinan lembaga negara lainnya, adalah anggota Forkompida. Hemm, hari gini masih ada seorang pimpinan yang mau mengunjungi ruangan kerja para anggotanya. 

Dari kunjungan pak Wali itu, aku menangkap hal yang sangat prinsipil dan menarik. Pertama, Rico Wa’as sebagai Wali Kota Medan memulai masa kerjanya dengan memperlihatkan sikap rendah-hati. Kedua, Rico Wa’as memperlihatkan upayanya untuk membangun Kota Medan secara bersama-sama, dengan melibatkan seluruh elemen yang ada. Tentunya, ini adalah langkah awal pak Wali yang teramat layak untuk diapresiasi.

Sikap Wali Kota Medan semacam ini, terasa sangat menyegarkan bagi warga maupun jajaran ASN Kota Medan. Sebab, selama empat tahun sebelumnya, saat Kota Medan dipimpin oleh Bobby Nasution  --  menantu mantan Presiden Jokowi, selama itu pula Kota Medan dikelola dengan pola “kepemimpinan mentang-mentang dan sor sendiri”.

Belajar dari Rakyat

Dari amatanku sebagai jurnalis terhadap para Wali Kota Medan, terutama sejak kepemimpinan Kolonel AS Rangkuti (1980-1990), Kolonel Bachtiar Djafar (1990-2000), Abdillah (2000-2008), Rahudman Harahap (2010-2013), T. Dzulmi Eldin (2014-2019), Akhyar Nasution (2021) dan Bobby Nasution (2021-2025), maka, hanya ada dua Wali Kota Medan yang kunilai berhasil : yakni Bachtiar Djafar (Walikota Medan ke-13) dan Rahudman Harahap (Walikota Medan ke-15). 

Bachtiar Djafar (BJ), putera Medan Labuhan yang berkarir sebagai prajurit TNI AD di pasukan elit Kopasus itu, mampu membangun puluhan kantor lurah dan kantor camat nyaris tanpa menggunakan dana APBD, melainkan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. BJ juga mampu membuka poros jalan baru, diantaranya ringroad Jalan Gagak Hitam, Jalan TB Simatupang dan Jalan Amir Hamzah, nyaris tanpa membayar ganti rugi tanah kepada warga, melainkan juga dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Kemampuan melibatkan partisipasi masyarakat di dalam membangun Kota Medan, itu jugalah yang dilakukan oleh Rahudman Harahap (RH) selama sekitar tiga tahun memimpin Kota Medan. Putera Paluta yang berkarir sebagai PNS dari jenjang terendah itu, mampu “menjinakkan” geng motor di Kota Medan menjadi sumber potensial pembangunan di bawah binaan para Kapolsek. Terutama di dalam kegiatan-kegiatan bersifat sosial kemasyarakatan seperti bakti sosial dan penanggulangan bencana alam. Kehadiran geng motor yang bergerombol di beberapa titik tertentu di Kota Medan saat itu, malah menimbulkan rasa nyaman bagi para pengguna jalan raya.

RH pun dinilai mampu mengelola para pedagang K5, dari kelompok yang dianggap sebagai sumber kemacetan lalulintas jalan raya  menjadi sebuah potensi ekonomi yang tertata rapi. 

Kemampuan BJ dan RH melibatkan partisipasi masyarakat di dalam berbagai aspek pembangunan Kota Medan, itu dikarenakan keduanya mampu secara benar memahami karakteristik Anak Medan sekaligus mampu menghargai karakteristik warganya. Karakter “Pantang Tak Hebat” anak Medan misalnya, bisa menjadi ganjalan utama di dalam pelaksanaan pembangunan Kota Medan. Namun, karakter anak Medan tersebut sangat bisa pula menjadi modal utama di dalam mensukseskan berbagai aspek pembangunan. BJ dan RH mampu memenej karakter “pantang tak hebat” tersebut menjadi modal penting di dalam membangun Kota Medan.

Dengan pemahaman yang benar sekaligus berupaya  menghargai karakteristik warga Kota Medan tersebut, itu pulalah yang kemudian mendorong BJ maupun RH mampu menerapkan pola Kepemimpinan Transformasional di dalam mengelola Kota Medan. Pola Kepemimpinan Transformasional tersebut, ternyata sangat selaras dengan karakteristik warga Kota Medan. Dan pada giliran berikutnya, BJ dan RH adalah Wali Kota Medan yang kunilai berkarakter.

Kesimpulanku terhadap BJ dan RH sebagai Wali Kota Medan adalah : Pertama, mereka mampu memahami dengan benar dan menghargai karakteristik Anak Medan; dan Kedua, mereka mengelola Kota Medan dengan menerapkan pola Kepemimpinan Transformasional. Dengan kedua pola ini, BJ dan RH mampu melibatkan un n tidak pernah menggunakan tagline “kolaborasi”.

Berkaitan dengan sikap Rico Wa’as di awal masa tugasnya dengan mendatangi ruang kerja para pimpinan lembaga negara yang ada di Medan, kufahami itu tak berbeda dengan apa yang dilakukan dua Wali Kota Medan sebelumnya, BJ dan RH : Wali Kota Medan yang rendah hati. Dan sikap rendah hati Rico Wa’as itu, adalah sebuah langkah awal yang tepat dan jitu karena sangat sesuai dengan karakteristik Anak Medan. Pada giliran berikutnya, sikap Rico Wa’as tersebut akan meluluhkan karakreristik “pantang tak hebat”-nya Anak Medan. 

Karenanya, andaipun ada pejabat di atas Wali Kota yang merajuk dikarenakan prilaku mentang-mentang sang pejabat tersebut, Rico Wa’as jangan dan tak perlu was-was. Sebab, sikap rendah hati yang telah diperlihatkan Rico Wa’as, kelak akan didukung penuh oleh warga Kota Medan. Lagi pula, marga/fam leluhur Rico sebagai etnis asal Ambon, adalah “Wa’as”, bukan “was-was”.

Mangkanya…

---------------------------------------

*Penulis adalah Jurnalis, menetap di Medan.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com