Pak Walkot Medan, Belajar Yok…

Sebarkan:
CHOKING SUSILO SAKEH.
BELUM lagi dua bulan memakai ‘jengkol kepala daerah’ di saku kanan kemejanya, Walikota Medan Rico Wa’as sudah bikin gaduh. Tiba-tiba dia menolak menerima audiensi KORMI (Komite Olahraga Masyarakat Indonesia) Kota Medan yang telah dijadwalkan sebelumnya. Tak ayal, tindakan Rico Wa’as itu, pun kemudian dinilai banyak kalangan sebagai tidak berbudaya dan tidak beradab. (“Visi Medan Berbudaya Cuma Omon-omon”, agiodeli.id., Kamis 10 April 2025).

Sampai kini, tak ada penjelasan  --  apalagi permintaan ma’af  -- dari Walikota Medan prihal kenapa menolak KORMI Medan secara tiba-tiba :  apakah cuma masalah teknis, apakah ada hal-hal prinsip yang mengganggu kinerja Pemko Medan atau mungkin mengancam keselamatan Walikota Medan.

Tidak adanya penjelasan itulah yang kemudian mendorong saya membuat tulisan ini. Tanggungjawab moral saya sebagai salah seorang warga Kota Medan  --  yang berarti bahwa saya adalah salah seorang yang ikut urunan membayar gaji dan biaya kelakuan Walikota Medan  --  maupun tanggungjawab profesi saya sebagai jurnalis, mengharuskan saya untuk memberitahu Walikota Medan tentang mana prilaku yang layak dan tak layak dari seorang Walikota terhadap warganya. 

Yang ingin saya katakan, bahwa minimnya pengalaman berorganisasi maupun rendahnya tingkat pergaulan sosial Rico Wa’as sebelum menjadi Walikota Medan, tidaklah menjadi penghalang dan tetap membolehkan Rico Wa’as untuk menjadi Walikota. Yang tidak dibolehkan dari seorang Walikota adalah : konyol karena tidak cerdas dan tidak bijak. 

Dan tindakan Walikota Medan menolak secara tiba-tiba audiensi KORMI Medan tanpa alasan apapun, itu adalah sebuah prilaku tak cerdas dan tak bijak. Karenanya, pak Walkota Medan, mari kita belajar jadi Walikota.

Belajar Yok…

Pertama, KORMI adalah sebuah organisasi olahraga yang diatur dalam UU No. 11/Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Bahwa KORMI bukanlah organisasi politik praktis yang bisa dipergunakan untuk dukung-mendukung pada even pilkada. Saat ini kepengurusan KORMI Pusat, KORMI Provinsi Sumut dan KORMI Kota Medan cuma ada satu, dan itu artinya tidak ada dualisme. Semestinya, sorang Walikota Medan yang cerdas dan bijak sudah memahami soal-soal sepele semacam ini, walau sebelum menjadi walikota pengalaman Rico Wa’as berorganisasi memang relatif minim.

Kedua, begitu dilantik sebagai Walikota Medan, maka Rico Wa’as adalah Walikota untuk seluruh warga Kota Medan. Bukan Walikota cuma untuk kelompok yang mendukungnya  pada Pilkada Medan 2024 saja. Karenanya, tidak ada lagi narasi semisal : “Dia itu kemarin tidak mendukung saya,” dan seterusnya. Sebab, seluruh warga Kota Medan  --  pendukungnya atau bukan  --  semuanya ikut urunan membayar gaji dan biaya kelakuan seorang Walikota Medan. 

Ketiga, Rico Wa’as memenangkan Pilkada Medan 2024 setelah meraih sebanyak 297.498 suara. Jika perolehan suara tersebut dibandingkan dengan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) Kota Medan 2024 sebesar 1.799.421 pemilih, maka pemilih Medan yang memilih Rico Wa’as cumalah sekitar 16,54 persen. Atau jika dibandingkan dengan Jumlah Penduduk Medan tahun 2024 sebanyak 2.539.829 jiwa, maka Rico Wa’as cuma dipilih oleh sekitar 11,71 persen dari jumlah seluruh warga Kota Medan.

Angka-angka ini menyatakan dengan tegas, betapa minimnya tingkat legitimasi Rico Wa’as sebagai Walikota Medan. Angka itu semestinya pun memberitahu Rico Wa’as, bahwa dia bakalan ngos-ngosan mengurus Kota Medan jika hanya mengandalkan para pemilihnya saja. Dengan demikian, Rico Wa’as harus cerdas dan bijak agar mampu merangkul warganya yang sebahagian besar memang tidak mendukungnya pada Pilkada Medan 2024. 

Belum lagi jika kita memilah-milah suara yang diperoleh Rico Wa’as tersebut. Misalnya : dari 297.498 suara yang diraihnya tersebut, berapa persen pemilih yang memilih karena faktor Rico Wa’as,  berapa persen karena faktor Zakiyuddin Harahap sebagai Wakil Walikota Medan, berapa persen karena faktor partai pengusungnya, dan berapa persen pula memilih Rico Wa’as karena peran Walikota jMedan saat itu, Bobby Nasution.  Kalau melihat bagaimana besarnya peran dan cawe-cawe Bobby Nasution di dalam memenangkan Rico Wa’as pada Pilkada Medan 2024, dan itu sudah menjadi rahasia umum, maka saya pastikan sebahagian besar suara yang diperoleh Rico Wa’as itu lebih dikarenakan faktor cawe-cawenya Bobby Nasution.

Berangkat dari minimnya tingkat legitimasi yang diraih Rico Wa’as, bahkan jangan-jangan juga minimnya persentase pemilih yang memilih karena faktor Rico Wa’as, maka sesungguhnya tak ada alasan bagi Rico Wa’as dengan seenaknya menolak audiensi tamu yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Sebab, sekali lagi, perilaku Rico Wa’as tersebut memperlihatkan bagaimana tidak cerdas dan tidak bijaknya Rico Wa’as sebagai seorang Walikota dengan tingkat legitimasi yang kecil.

Perolehan suara Rico Wa’as tersebut, juga menjadi jumlah suara terkecil yang diperoleh seorang Walikota Medan pada dua Pilkada Medan sebelumnya. Pada Pilkada Medan tahun 2020, Bobby Nasution/Aulia Rahman meraih sebanyak 393.327 suara. Sedangkan pada Pilkada Medan tahun 2015, Dzulmi Eldin/Akhyar Nasution meraih 346.406 suara.

Yang ingin saya katakan :  mari belajar dari angka-angka ini, mari menjadi Walikota Medan yang cerdas dan bijak dari angka-angka ini.

Dan terakhir,  mulailah tunjukkan kualitas anda sebagai Walikota Medan. Batasilah kegiatan anda yang cuma omon-omon dengan hanya menerima audiensi atau menghadiri acara. Sebab, kegiatan semacam itu bisa anda tugaskan kepada para staf. Bahwa keterbatasan pergaulan sosial kita sebelum menjadi Walikota, memang bisa membuat kita asik dan syor saat terus menerus berduyun-duyun didatangi orang atau disambut meriah saat menghadiri sebuah acara. Tapi, banyak hal-hal yang jauh lebih  penting yang mesti dilakukan sebagai seorang Walikota Medan dengan cara cerdas dan bijak.

Tentunya, selain berupaya merangkul semua elemen masyarakat, ada beberapa hal penting menyangkut hajat hidup warga Kota Medan dan sudah berlarut-larut tak terlihat ada upaya serius untuk ditangani. Masalah yang sederhana misalnya, adalah soal parkir. Masalah yang agak serius misalnya, adalah soal kemacetan lalu lintas. Dan masalah yang serius misalnya, adalah soal tawuran antar warga di Belawan yang terus saja terjadi dan memakan korban jiwa.

Maka, Pak Walikota Medan, belajar terasa menjadi penting agar bisa tampil menjadi Walikota Medan yang cerdas dan  bijak. Menjadi Walikota yang cerdas dan bijak, itu pastilah keren.  Dan semoga tak ada warga Kota Medan yang menyesal telah membayar pajak, karena Walikotanya memang keren.

Mangkanya…(*)

--------------------------

*Penulis adalah Jurnalis warga Kota Medan.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com